SELAMAT DATANG di CharrorS Blog# Tempat Belajar# Sharing# dan berbagi Informasi dan Berita

Selamat Datang Di charrors Blog, tempat belajar, tempat berbagi info dan data

Artikel

Pokok-pokok masalah dikotomi ilmu dalam islam
Salah satu peretanyaan klasik yang sering muncul dan menjadi perdebatan adalah bahwa  pengetahuan mansia itu bawaan atau bentukan (acquired)?. Pertanyaan ini memiliki rangka bangun karakter sejenis dalam perdebatan umum dalam pencarian ilmu pengetahuan  tentang asal mula kehidupan. Apakah kehidupan dimulai dari  benda mati (abiogenesis) atau makhluk hidup (biogenesis)?pertanyaan sejenis bipolaritas kutub berlawanan ini pula yang menjadi ciri utama segala semesta ada.
Pada sisi lain, awal mula perdebatan dikotomi ilmu dalam islam domulai dengan kemunculan penafsiran dalam ajaran islam bahwa Tuhan pemilik Tuhan pemilik tunggal ilmu pengetahuan ( maha alim). Ilmu pengetahuan yang diberikan  pada manusia hanya merupakan bagian terkecil dari dari ilmu-Nya, namun manusia diberi kebebasan  untuk meraih sebanyak-banyaknya. Oleh karena itu, sangatlah tidak pantas jika ada manusia yang bersikap sombong dalam masalah ilmu atau memiliki kecongkaan intelektual. Keyakinan ini yang pada pucaknya melahirkan perdebatan dikotomi ilmu dalam pemikiran islam, yaitu pertentangan dikotomi ilmu dengan istilah kelompok ilmu ”antroposentris” dihadapkan dengan kelompok ilmu “teosentri st ”.
Berdasarkan argumen epistemologi, ilmu pengetahuan antroposentris dinyatakan bersumber dari manusia dengan ciri khas akal atau rasio sedangkan ilmu pengetahuan teosentris dinyatakan bersumber dari Tuhan dengan ciri khas “kewahyuan”. Maka terbentuklah pertentangan antara wahyu dan akal. Lebih jauh pertentangan ini berkembanag menjadi pertentangan antara dua jenis ilmu, yaitu agama dan filsafat. Agama yang menekankan pada pengetahuan kewahyuan dipertentangkan dengan dipertentangkan dengan filsafat yang menekankan pada akal manusia.
Filsafat yang tidak lain adalah akar dari ilmu pengetahuan dikategorikan ke dalam ilmu umum. Agama meskipun kadang-kadang tidak diteruskan atau digandengkan dengan kata islam, maka yang dimaksud adalah agama islam. Hal ini dapat saja, khususnya di Indonesia karena ajaran agama islam dianut mayoritas penduduk.
Kemudian agama dikelompokkan ke dalam ilmu islam. Dengan alasan akumulasi kuantitatif wilayah, di mana filsafat Lebih banyak dipelajari di negara-negara barat dan agama lebih banyak dipelajari di negara-negara timur. Pertentangann ini menjadi pertentangan  dua kelompok ilmu dengan istilah “ilmu barat” dan “ilmu timur”. Dismaping itu filsafat yang cenderung mempelajari ilmu keduniaan kemudian di”kecam” sebagai ilmu sekuler karena tergolong ilmu yang mempelajari benda-benda yang tidak dianggap sakral dan jauh dari muatan keagamaan.
Perdebatan ini tidak terbatas pada kajian tersebut, tetapi meluas dan mendalam terlebih dipicu fanatisme agama. Akibatnya seringkali perdebatan dikotomi ilmu berakibat pada pengelompokan-pengelompokan ilmu yang terpisah-pisah dan menjalar ke berbagai aspek kehidupan. Seperti halnya pengelompokan ilmu-ilmu yang islam dengan ilmu-ilmu yang tidak islam  menjalar menjadi perdebatan akumulatif wilayah suatu bangsa.
Dikotomi ilmu dalam studi islam terkait erat dengan pembagian kelompok ilmu islam dalam pengertian ilmu agama yang dilawankan dengan kelompok ilmu non islam atau ilmu umum ini. Kelompok ilmu yang termasuk ilmu-ilmu barat atau umum atau ilmu yang tidak islam adalah filsafat, logka, dan kedokteran. Sedangkan lawannya, yaitu ilmu-ilmu islam atau agama adalam fiqh, teologi, sufisme, dan tafsir.
Dikotomi ilmu “barat” dan “timur” diidentikkan dengan kecenderungan masing-masing kelompok ilmu pada objek fisik (tubuh) dan metafisika(ruh). Barat cenderung mengutamakan objek fisik dan timur mengutamakan objek metafisik. Meskipun anggapan ini tidak sepenuhnya benar, namun telah menjadi ciri umum anatara barat dan timur.
Sebagian orang menganggap ilmu agama sebagai ilmu yang sakral dan lebih tinggi kedudukannya dari pada ilmu umum tanpa penjelasan yang jelas. Sedangkan ilmu umum diistilahkan dengan ilmu-ilmu profan, yaitu ilmu-ilmu keduniawian yang bertitik tolak pada penelitian empiris, rasio dan logika. Ilmu umum berkembang dan diidentikkan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi tanpa penjelasan yang jelas pula.
2. penyebab kemunculan dikotomi ilmu dalam islam
Kemunculan dikotomi ilmu islam dan ilmu umum, menurut azumardi azra, bemula dari historical accident atau “kecelakaan sejarah”, yaitu ketika ilmu-ilmu umum (keduniaan) yang bertitik tolak pada penelitian empiris, rasio, dan logika mendapat serangan yang hebat dari kaum fuqoha’.
Dunia islam kemudian mengembangkan “ideologi ilmiyah” dengan menempatkan seluruh khazanah pemikiran barat dan yunani sebagai kebatilan. Jarang ilmuan muslim berpikir bahwa dalam beberapa hal, dikotomi ilmu mempunyai sisi baik. Inti dari persoalan keberatan atau tidak setuju keberadaan dikotomi ilmu semacam itu lebih banyak berkaitan denga persoalan politik.
Bagi umat islam lembaga-lembaga pendidikan umat islam pada umumnya dijadikan “simbol” kejayaan islam. Persoalan pendidikan islam bukan murni lagi terkait masalah sistim keilmuan, tetapi menyangkut juga ideologi atau proses ideologisasi. Akibatnya, pemikiran pendidikan islam secara kefilsafatan juga mengalami ideologisasi ilmiyah tersebut.
Salah satu faktor mencolok lain penyebab kemunculan dikotomi ilmu adalah fanatsime dalam beragama. Sikap fanatisme dalam beragama dalam kehidupan bermasyarakat melahirkan sikap eksklusifisme. Gerakan islam termasuk dalam kategori gerakan eksklusif tersebut.
Eksklusif dalam arti kemunculan pemikiran bahwa kebenaran dan keselamatan hanya ada pada agama semata, agama orang lain semunya dan penganutnya tidak akan mendapatkan keselamatan. Agama orang lain samasekali berbeda dan tidak mempunyai kesamaan sedikit pun, sehingga tidak perlu ada dialog karena tidak akan mencapai titik temu. Mereka hanya bergaul dengan kelompoknya dan mengisolasi diri dari yang lain, menolak untuk berdialog dan bekerjasama dalam emecahkan permasalahan-permasalahan, dan terkadang suka mengguanakan kekerasan dalam menyelesaikan perbedaan dengan luar agamanya. Akibatnya, pemikiran islam tidak berkembang dan terisolasi dari perubahan dan perkembangan kemajuan zaman. Sikap mengisolasi diri dalam sistim pemikiran maupun kehidupan sosian ini ikut memengaruhi pula atau pun sistim keilmuan dalam islam itu sendiri. Padahal seperti kita ketahui kecenderungan menutup diri membuat suatu disiplin ilmu dalam hal ini sistem keilmuan islam menjadi tidak utuh lagi, terbentuk secara parsial dan tercerai berai yang pada akhirnya membentuk ketidak stabilan manusia anatar jasmani dan rohani.
Maka diperlukanlah suatu studi ilmu yang bersifat menyeluruh dan integratif. Dan, filsafat adalah satu-satunya ilmu pengetahuan yang mampu mengintegrasikan sistesiam keilmuan yang parsial tersebut. Oleh sebab itu, secara normatif untuk mengigrasikan dikotomi ilmu dalam karakteristik atau ciri khusus sesuai dengan ajaran islam diperlukan kajian kefilsafatan.
3. integrasi dikotomi ilmu
Menjawab pertanyaan klasik pengetahuan manusia itu “bawaan” (inborn) atau “bentukan”(acquired) dapat dilakukan dengan  pendekatan dasar struktur konsep konkreta, abstrakta, dan illata.
Secara metodologis proses pembentukan ilmu pengetahuan dalam diri manusia bertahap dari yang bersifat konkret, abstrak sampai pada ilmu pengetahuan yang bersifat sangat abstrak(illata). Dasar pengandaian pemecahan persoalan tersebut adalah jika yang dimaksud “bawaan” adalah pengetahuan dasar yang telah dimilki manusia sejak pertamakali dihidupkan dengan ditandai keberfungsian sel-sel biologis motorik dalam diri manusia, dan “bentukan” diartikan sebagai usaha manusia untuk memenuhi rasa keingin tahuan yang pada akhirnya memfungsikan kemampuan daya berpikir, maka secara hierarkis pengetahuan “bawaan” adalah dasar atau tingkatan pertama bagi seseorang untuk mencapai pengetahuan “bentukan” yang lebih luas. Pengetahuan”bawaan” diperumpamakan sebagai pengetahuan indrawi yang dalam struktur konsep disebut “konkreta” dan pengetahuan”bentukan” diperumpamakan sebagai pengetahuan berpikira yang dalam struktur konsep disebut dengan” abstrakta” atau illata.
Pengetahuan”bawaan” dapat diartikan sebagai pengalaman hidup yang telah dimilkiki seseorang atau bakat alami yang dimilkinya sebagai manusia berpikir. Pengetahuan “bentukan” adalah hasil belajar seseorang untuk mendalami dan memperluas bakat alami yang dimilki tersebut.

Daftar Pelajar

Pendidikan islam integratif. Jasa ungguh muliawan. Pustaka pelajar. 2005. yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar