Tak Perlu Terlalu Mendikte
Setiap
orang tua pasti mendambakan anaknya menjadi yang terbaik, bahkan di segala bidang. Tentu itu
tidak salah, akan tetapi ketahuilah bahwa setiap anak memiliki keterbatasan dan
kemampuan yang berbeda-beda dan khusus. Manusia memang diciptakan sebagai
makhluk yang sempurna, tapi harus ingat kesempurnaan manusia tidak sebagaimana
kesempurnaan Tuhan, yang tidak memiliki kekurangan SEDIKITPUN. Karena manusia
dikatakan sempurna karena kekurangannya, artinya manusia yang sempurna itu yang
Anda lihat saat ini, yang lengkap dengan segala kelebihan dan kekurangannya,
bukan yang demkina itu sempurna.
Dalam
kehidupan zaman sekarang yang serba kompetitif atau segala sesuatunya kita
harus bersaing dengan kompetitor-kompetitor yang tidak sedikit. Hal demikianlah
yang terkadang menjadikan para orangtua takut dan khawatir bagaimana agar
anaknya mampu bertahan dan bersaing dengan sebaik-baiknya, yang pada akhirnya
semua macam jenis pelajaran dan keterampilan dijejalkan kepada anak-anak
mereka. Saya sedikit prihatin melihat yang demikian, karena ini akan berakibat
pada langsung maupun tidak langsung. Tak jarang model anak SD zaman sekarang
yang hari-harinya disibukkan dengan berbagai macam les pelajaran dan
keterampilan. Anak menjadi sangat tertekan dan terbebani hidupnya. Mereka tidak
dapat menikmati hidupnya sebagaimana layaknya seorang anak kecil yang bisa
bermain kesana kemari, akan tetapi hari-harinya harus berkutat dengan buku,
belajar dan belajar.
Saya
yakin semua orangtua yang melakukan ini semua beralasan agar anak-anaknya kelak
menjadi anak yang siap bersaing bahkan menjadi yang terbaik. Tidak ketinggalan
dan lain sebagainya, tapi coba ingatlah mereka tetaplah anak-anak yang sangat
membutuhkan kedekatan dengan orangtua, cintanya, waktu bermain, dan
pembelajaran yang mengasah kecerdasan emosiaonal, spiritual, bahkan juga aspek
fisik. Yang demikian cenderung terabaikan dan bahkan sangat sedikit waktu untuk
mempelajari itu semua.
Apakah
benar akan menunjang kesuksesankah?, saya tidak tahu persis. Akan tetapi
katahuilah bahwa kecerdasan, kejeniusan, dan krativitas tidak meberikan
sumbangan yang lebih signifikan dibandingkan dengan terasahnya kecerdasan
spiritual, emosional, mental dan karakter. Tomas alfa edison, seorang ilmuan
yang telah menemukan lebih dari tiga ribu hasil penemuan (bahkan dalam kondisi
pendengarannya yang minim) mengatakan bahwa kecerdasan hanya memberikan
sumbangan yang sangat sedikit dalam menunjang kesuksesan seseorang, yakni hanya
1 satu persen. Sedangkan sembilan puluh sembilan persen lainnya adalah
keringat. Artinya aspek emosional, mental dan karakter seperti kesabaran,
keuletan, suka berkerja keras, dan semangat pantang menyerah lebih dibutuhkan
dari pada kecerdasan yang yang ada pada dirinya.
Coba
kita pikir ulang, apakah kita sebagai orang orangtua selama ini sudah
mengajarkannya?. Kita cenderung banyak menuntut dan mendikte anak-anak kita
agar belajar banyak, tahu ini, tahu itu dan lain sebagainya tanpa pernah
mengajarkan tentang pentingnya memiliki sifat dan karakter positif. Karena
karakter, perilaku positif, kecerdasan spiritual lainnya tidak bisa ditularkan
atau diajarkan hanya dengan memberikan pengertian dan pemahaman semata, akan
tetapi melibatkannya langsung dalam sebuah kegiatan atau aktifitas fisik. Dan
itu tidak dapat ditemukan dalam pembelajaran yang hanya menitikberatkan pada
kemampuan otak.
Terlalu
banyak menuntut dan mendikte anak, akan tetapi membatasi kegiatan eksplorasi
pada anak cenderung akan menjadikan mereka memiliki sifat ketergantungan. Sulit
untuk melakukan kegiatan yang datang dari inisiatif diri sendiri. Hal ini
terjadi karena mereka takut untuk bertindak yang mungkin saja tidak disukai
oleh orangtuanya yang pada akhirnya mereka berhenti dan tidak melakuakn apapun.
Selain karena tidak terbiasanya dengan aktifitas mandiri. Selain itu anak juga
akan menjadi pribadi yang tidak mandiri, selalu ketergantungan dengan orang
lain, sulit mengambil keputusan, dan cenderung tidak berani mengambil resiko.
Apakah kita para orang tua menghendaki yang demikian pada anak-anak kita? Bagaimana
kelak kalau Ia sudah sudah dewasa dan tidak lagi hidup dengan orangtuanya,
betapa susahnya Ia. Kita pasti tidak mengharapkan yang demikian, akan tetapi
kita sering melakukan hal yang malah menjadikan mereka tidak mandiri dan suka
menggantungkan orang lain (salah satunya orangtua) karena kita selalu
mendiktenya.
Sebagai
orangtua kita cenderung lebih banyak tidak siap anak melakukan kesalahan,
tetapi kita kurang menyadari karena dari kesalahan itulah mereka berproses,
mereka belajar menjadi pribadi mereka sendiri, bukan sekedar banyangan atau
boneka bagi kedua orangtuanya. Tinggal tugas kita sebagai orangtua memberikan
pengarahan dan nasihat jika mereka melakukan kesalahan, dan tentunya dengan
cara yang bisa mereka terima dengan baik. Nasihat yang berangkat dari emosi
positif cenderung akan berkesan dari pada nasihat yang berangkat dari emosi
negatif.
Kita
mencoba untuk memberikan kesempatan kepada anak-anak kita untuk mengeksplorasi
diri mereka sendiri, namun tanpa merugikan orang lain atau bahkan dirinya
sendiri. Mendidik, sejatinya merupakan memberikan fasilitas yang seluas-luasnya
kepada mereka untuk mengembangkan diri, meningkatkan minat positifnya, dan
melakukan pembelajaran yang menurut mereka nyaman dan membahagiakan.
Memang
setiap kegiatan atau proses pembelajaran menuju kematangan membawa sebuah
resiko, akan tetapi hal ini bukan menjadi alasan bagi kita untuk mendikte
setiap apapun langkah yang diambil dan dipilih oleh mereka. Berikan mereka kebebasan
memilih berikut pengarahan, masukan dan bisa juga dengan pengalaman orang lain
atau bahkan dari diri Anda sendiri, tapi itu bukan hal mutlak yang juga harus
dipilih oleh mereka. Karena setiap orang pasti memiliki kecenderungan dan
begitu juga dengan mereka anak-anak kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar