ALIRAN ESENSIALISME
Esensialisme adalah pendidikan yang
di dasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban
umat manusia. Esensialisme muncul pada zaman Renaissance dengan ciri-ciri utama
yang berbeda dengan progresivisme. Perbedaannya yang utama ialah dalam
memberikan dasar berpijak pada pendidikan yang penuh fleksibilitas, di mana
serta terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin
tertentu. Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada
nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan
dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas.
Idealisme dan realisme adalah aliran
filsafat yang membentuk corak esensialisme. Dua aliran ini bertemu sebagai pendukung
esensialisme, akan tetapi tidak lebur menjadi satu dan tidak melepaskan
sifatnya yang utama pada dirinya masing-masing.
Tokoh-tokoh Esensialisme
1. Georg Wilhelm Friedrich Hegel
(1770 – 1831)
Hegel mengemukakan adanya sintesa
antara ilmu pengetahuan dan agama menjadi suatu pemahaman yang menggunakan
landasan spiritual. Sebuah penerapan yang dapat dijadikan contoh mengenai
sintesa ini adalah pada teori sejarah. Hegel mengatakan bahwa tiap tingkat
kelanjutan, yang dikuasai oleh hukum-hukum yang sejenis. Hegel mengemukakan
pula bahwa sejarah adalah manifestasi dari berpikirnya Tuhan. Tuhan berpikir
dan mengadakan ekspresi mengenai pengaturan yang dinamis mengenai dunia dan
semuanya nyata dalam arti spiritual. Oleh karena Tuhan adalah sumber dari
gerak, maka ekspresi berpikir juga merupakan gerak.
2. George Santayana
George Santayana memadukan antara
aliran idealisme dan aliran realisme dalam suatu sintesa dengan mengatakan
bahwa nilai itu tidak dapat ditandai dengan suatu konsep tunggal, karena minat,
perhatian dan pengalaman seseorang menentukan adanya kualitas tertentu.
Walaupun idealisme menjunjung asas otoriter atau nilai-nilai, namun juga tetap
mengakui bahwa pribadi secara aktif bersifat menentukan nilai-nilai itu atas
dirinya sendiri (memilih, melaksanakan).
Pandangan Esensialisme dan
Penerapannya di Bidang Pendidikan
1. Pandangan Essensialisme Mengenai
Belajar
Idealisme, sebagai filsafat hidup,
memulai tinjauannya mengenai pribadi individu dengan menitik beratkan pada aku.
Menurut idealisme, bila seorang itu belajar pada taraf permulaan adalah
memahami akunya sendiri, terus bergerak keluar untuk memahami dunia obyektif.
Dari mikrokosmos menuju ke makrokosmos. Pandangan Immanuel Kant, bahwa segala
pengetahuan yang dicapai oleh manusia melalui indera merperlukan unsur apriori,
yang tidak didahului oleh pengalaman lebih dahulu.
Bila orang berhadapan dengan
benda-benda, tidak berarti bahwa mereka itu sudah mempunyai bentuk, ruang dan
ikatan waktu. Bentuk, ruang dan waktu sudah ada pada budi manusia sebelum ada
pengalaman atau pengamatan. Jadi, apriori yang terarah bukanlah budi kepada
benda, lelapi benda-benda itu yang terarah kepada budi. Budi membentuk,
mengatur dalam ruang dan waktu.
Dengan mengambil landasan pikir
tersebut, belajar dapat didefinisikan sebagai jiwa yang berkembang pada
sendirinya sebagai substansi spiritual. Jiwa membina dan menciptakan diri
sendiri.
2. Pandangan Essensialisme Mengenai
Kurikulum
Beberapa tokoh idealisme memandang
bahwa kurikulum itu hendaklah berpangkal pada landasan idiil dan organisasi
yang kuat. Herman Harrel Horne dalam bukunya mengatakan bahwa hendaknya
kurikulum itu bersendikan alas fundamen tunggal, yaitu watak manusia yang ideal
dan ciri-ciri masyarakat yang ideal. Kegiatan dalam pendidikan perlu
disesuaikan dan ditujukan kepada yang serba baik. Atas ketentuan ini kegiatan
atau keaktifan anak didik tidak terkekang, asalkan sejalan dengan
fundamen-fundamen yang telah ditentukan.
ALIRAN PERENIALISME
Di zaman kehidupan modern ini banyak
menimbulkan krisis di berbagai bidang kehidupan manusia, terutama dalam bidang
pendidikan. Untuk mengembalikan keadaan krisis ini, maka perenialisme
memberikan jalan keluur yaitu berupa kembali kepada kebudayaan masa lampau yang
dianggap cukup ideal dan teruji ketangguhannya. Untuk itulah pendidikan harus
lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannya kepada kebudayaan ideal yang telah
teruji dan tangguh.
Jelaslah bila dikatakan bahwa
pendidikan yang ada sekarang ini perlu kembali kepada masa lampau, karena
dengan mengembalikan keapaan masa lampau ini, kebudayaan yang dianggap krisis
ini dapat teratasi melalui perenialisme karena ia dapat mengarahkan pusat
perhatiannya pada pendidikan zaman dahulu dengan sekarang. Perenialisme
rnemandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan
sekarang. Perenialisme memberikan sumbangan yang berpengaruh baik teori maupun
praktek bagi kebuoayaan dan pendidikan zaman sekarang.
Dari pendapat ini sangatlah tepat
jika dikatakan bahwa perenialisme memandang pendidikan itu sebagai jalan kembali
yaitu sebagai suatu proses mengembalikan kebudayaan sekarang (zaman modern) in
terutama pendidikan zaman sekarang ini perlu dikembalikan kemasa lampau.
Perenialisme merupakan aliran
filsafat yang susunannya mempunyai kesatuan, di mana susunannya itu merupakan
hasil pikiran yang memberikan kemungkinan bagi seseorang untuk bersikap yang
tegas dan lurus. Karena itulah perenialisme berpendapat bahwa mencari dan
menemukan arah tujuan yang jelas merupakan tugas yang utama dari filsafat
khususnya filsafat pendidikan.
Setelah perenialisme menjadi terdesak
karena perkembangan politik industri yang cukup berat timbulah usaha untuk
bangkit kembali, dan perenialisme berharap agar manusia kini dapat memahami ide
dan cita filsafatnya yang menganggap filsafat sebagai suatu azas yang
komprehensif Perenialisme dalam makna filsafat sebagai satu pandangan hidup
yang bcrdasarkan pada sumber kebudayaan dan hasil-hasilnya.
Tokoh-tokoh Perenialisme
Filsafat perenialisme terkenal dengan
bahasa latinnya Philosophia Perenis. Pendiri utama dari aliran filsafat ini
adalah Aristoteles sendiri, kemudian didukung dan dilanjutkan oleh St. Thomas
Aquinas sebagai pemburu dan reformer utama dalam abad ke-13.
Perenialisme memandang bahwa
kepercayaan-kepercayaan aksiomatis zaman kuno dan abad pertengahan perlu
dijadikan dasar penyusunan konsep filsafat dan pendidikan zaman sekarang. Sikap
ini bukanlah nostalgia (rindu akan hal-hal yang sudah lampau semata-mata)
tetapi telah berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan-kepercayaan tersebut berguna
bagi abad sekarang.
Jadi sikap untuk kembali kemasa
Iampau itu merupakan konsep bagi perenialisme di mana pendidikan yang ada
sekarang ini perlu kembali kemasa lampau dengan berdasarkan keyakinan bahwa
kepercayaan itu berguna bagi abad sekarang ini.
Asas-asas filsafat perenialisme
bersumber pada filsafat, kebudayaan yang mempunyai dua sayap, yaitu
perenialisme yang theologis yang ada dalam pengayoman supermasi gereja
Katholik, khususnya menurut ajaran dan interpretasi Thomas Aquinas, dan
perenialisme sekular yakni yang berpegang kepada ide dan cita filosofis Plato
dan Aristoteles.
Pendapat di atas sejalan dengan apa
yang dikemukakan H.B Hamdani Ali dalam bukunya filsafat pendidikan, bahwa
Aristoteles sebagai mengembangkan philosophia perenis, yang sejauh mana
seseorang dapat menelusuri jalan pemikiran manusia itu sendiri. ST. Thomas
Aquinas telah mengadakan beberapa perubahan sesuai dengan tuntunan agama
Kristen tatkala agama itu datang. Kemudian lahir apa yang dikenal dengan nama
Neo-Thomisme. Tatkala Neo-Thomisme masih dalam bentuk awam maupun dalam paham
gerejawi sampai ke tingkat kebijaksanaan, maka ia terkenal dengan nama
perenialisme.
Pandangan-pandangan Thomas Aquinas di
atas berpengaruh besar dalam lingkungan gereja Katholik. Demikian pula
pandangan-pandangan aksiomatis lain seperti yang diutarakan oleh Plato dan
Aristoteles. Lain dari itu juga semuanya mendasari konsep filsafat pendidikan
perenialisme.
Neo-Scholastisisme atau Neo-Thomisme
ini berusaha untuk menyesuaikan ajaran-ajaran Thomas Aquinas dengan tuntutan
abad ke dua puluh. Misalnya mengenai perkembangan ilmu pengetahuan cukup
dimengerti dan disadari adanya. Namun semua yang bersendikan empirik dan
eksprimentasi hanya dipandang sebagai pengetahuan yang fenomenal, maka
metafisika mempunyai kedudukan yang lebih penting. Mengenai manusia di
kemukakan bahwa hakikat pengertiannya adalah di tekankan pada sifat
spiritualnya. Simbol dari sifat ini terletak pada peranan akal yang karenanya,
manusia dapat mengerti dan memaham'i kebenaran-kebenaran yang fenomenal maupun
yang bersendikan religi (Bamadib, 1990: 64-65).
Jadi aliran perenialisme dipakai
untuk program pendidikan yang didasarkan atas pokok-pokok aliran Aristoteles
dan S.T Thomas Aquinas. Tokoh-tokoh yang mengembangkan ini timbul dari
lingkungan agama Katholik atau diluarnya.
Pandangan Perenialisme dan
Penerapannya di Bidang Pendidikan
Ilmu pengetahuan merupakan filsafat
yang tertinggi menurut perenialisme, karena dengan ilmu pengetahuanlah
seseorang dapat berpikir secara induktif yang bersifat analisa. Jadi dengan
berpikir maka kebenaran itu akan dapat dihasilkan melalui akal pikiran. Menurut
epistemologi Thomisme sebagian besarnya berpusat pada pengolahan tenaga logika
pada pikiran manusia. Apabila pikiran itu bermula dalam keadaan potensialitas,
maka dia dapat dipergunakan untuk menampilkan tenaganya secara penuh.
Jadi epistemologi dari perenialisme,
harus memiliki pengetahuan tentang pengertian dari kebenaran yang sesuai dengan
realita hakiki, yang dibuktikan dengan kebenaran yang ada pada diri sendiri
dengan menggunakan tenaga pada logika melalui hukum berpikir metode dedduksi,
yang merupakan metode filsafat yang menghasilkan kebenaran hakiki, dan tujuan
dari epistemologi perenialisme dalam premis mayor dan metode induktifnya sesuai
dengan ontologi tentang realita khusus.
Menurut perenialisme penguasaan
pengetahuan mengenai prinsip-prinsip pertama adalah modal bagi seseorang untuk
mengembangkan pikiran dan kecerdasan. Prinsip-prinsip pertama mampu mempunyai
penman sedemikian, karena telah memiliki evidensi diri sendiri.
Dengan pengetahuan, bahan penerangan
yang cukup, orang akan mampu mengenal faktor-faktor dengan pertautannya
masing-masing memahami problema yang perlu diselesaikan dan berusaha untuk men
gadakan penyelesaian masalahnya. Dengan demikian ia telah mampu mengembangkan
suatu paham.
Anak didik yang diharapkan menurut
perenialisme adalah mampu mengenal dan mengembangkan karya-karya yang menjadi
landasan pengembangan disiplin mental. Karya-karya ini merupakan buah pikiran
tokoh-tokoh besar pada masa lampau. Berbagai buah pikiran mereka yang oleh
zaman telah dicatat menonjol dalam bidang-bidang seperti bahasa dan sastra,
sejarah, filsafat, politik, ekonomi, matematika, ilmu pengetahuan alam dan
lain-lainnya, telah banyak yang mampu memberikan ilmunisasi zaman yang sudah
lampau.
Dengan mengetahui rulisan yang berupa
pikiran dari para ahli yang terkenal tersebut, yang sesuai dengan bidangnya
maka anak didik akan mempunyai dua keuntungan yakni:
1. Anak-anak akan mengetahui apa yang
terjadi pada masa lamp au yang telah dipikirkan oleh orang-orang besar.
2. Mereka memikirkan
peristiwa-peristiwa penting dan karyakarya tokoi1 terse but untuk diri sendiri
dan sebagai bahan pertimbangan (reverensi) zaman sekarang.
Jelaslah bahwa dengan mengetahui dan
mengembangkan pemikiran karya-karya buahpikiran para ahli tersebut pada masa lampau,
maka anak-anak didik dapat mengetahui bagaimana pemikiran para ahli tersebut
dalam bidangnya masing-masing dan dapat mengetahui bagaimana peristiwa pada
masa lampau tersebut sehingga dapat berguna bagi diri mereka sendiri, dan
sebagai bahan pertimbangan pemikiran mereka pada zaman sekarang ini. Hal inilah
yang sesuai dengan aliran filsafat perenialisme tersebut.
Tugas utama pendidikan adalah
mempersiapkan anak didik ke arah kemasakan. Masak dalam arti hidup akalnya.
ladi akal inilah yang perlu mendapat tuntunan ke arah kemasakan tersebut.
Sekolah rendah memberikan pendidikan dan pengetahuan serba dasar. Dengan
pengetahuan yang tradisional seperti membaca, menulis dan berhitung anak didik
memperoleh dasar penting bagi pengetahuan-pengetahuan yang lain.
Sekolah sebagai tempat utama dalam
pendidikan yang mempersiapkan anak didik ke arah kemasakan melalui akalnya
dengan memberikan pengetahuan. Sedangkan sebagai tugas utama dalam pendidikan
adalah guru-guru, di mana tug as pendidikanlah yang memberikan pendidikan dan
pengajaran (pengetahuan) kepada anak didik. Faktor keberhasilan anak dalam
akalnya sangat tergantung kepada guru, dalam arti orang yang telah mendidik dan
mengajarkan.
Adapun mengenai hakikat pendidikan
tinggi ini, Robert Hutchkins mengutarakan lebih lanjut, bahwa kalau pada abad
pertengahan filsafat teologis, sekarang seharusnya bersendikan filsafat
metafisika. Filsafat ini pada dasarnya adalah cinta intelektual dari Tuhan. Di
samping itu, dikatakan pula bahwa karena kedudukan sendi-sendi tersebut penting
maka perguruan tinggi tidak seyogyanya bersifat utilistis.
Dari ungkapan yang diutarakan oleh
Robert Hutchkins di atas mengenai hakikat pendidikan tinggi itu, jelaslah bahwa
pendidikan tinggi sekarang ini hendaklah berdasarkan pada filsafat metafisika
yaitu filsafat yang berdasarkan cinta intelektual dari Tuhan. Kemudian Robert
Hutchkins mengatakan bahwa oleh karena manusia itu pada hakikatnya sama, maka
perlulah dikembangkan pendidikan yang sama bagi semua orang, ini disebut
pendidikan umum (general education). Melalui kurikulum yang satu serta proses
belajar yang mungkin perlu disesuaikan dengan sifat tiap individu, diharapkan
tiap individu itl! terbentuk atas dasar landasan kejiwaan yang sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar