SELAMAT DATANG di CharrorS Blog# Tempat Belajar# Sharing# dan berbagi Informasi dan Berita

Selamat Datang Di charrors Blog, tempat belajar, tempat berbagi info dan data

Kamis, 26 September 2013

teori gestalt

MAKALAH
Teori gestalt

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Teori – Teori Pembelajaran

Dosen Pengampu :Dr. H. Sa’adi, M.Ag









Disusun oleh   :
Ali Imron, S.Pd.I,                        M112002





PROGARAM PASCA SARJANA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA
2013


BAB I
Pendahuluan


A.      Latar belakang masalah
Belajar merupakn proses manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi, ketrampilan, dan sikap. Belajar dimulai sejak manusia lahir sampai akhir hayat. Pada waktu bayi, seorang bayi menguasai ketrampilan-ketrampilan yang sederhana, seperti memegang botol dan mengenal oraang-orang disekelilingnya. Ketikaa menginjak masa kanak-kanak dan remaja, sejumlah sikap, nilai dan ketrampilan berinteraksi sosial dicapai sebagai kompetensi. Pada saat dewasa, individu diharapkan telah mahir dengan tugas-tugas kerja tertentu dan ketrampilan-ketrampilan fungsional lainnya, seperti mengendarai mobil, dan menjalin kerja sama dengan orang lain.
Kemampuan manusia untuk belajar merupakan karakteristik penting yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya. Belajar mempunyai keuntungan, baik bagi individu maupun bagi masyarakat. Bagi individu, kemampuan untuk belajar secara terus menerus aakan memberikan kontribusi  terhadap pengembaangan kualitas hidupnya. Sedangkan bagi masyarakat, belajar mempunyai peran yang penting dalam mentransmisikan budaya dan pengetahuan  dari generasi kegenerasi.
Belajar merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan perubahan dalam dirinya melalui pelatihan-pelatihan atau pengalaman-pengalaman. Seorang ibu yang mengikuti seminar tentang pengaturan uang keluarga akan mendapatkan pengetahuan tentang bagaiman mengelola uang keluarga.
Dengan demikian, belajar dapat membuat perubahan bagi si pelaku, baik perubahan pengetahuan, sikap, maupun keterampilan. Dengan perubahan-perubahan tersebut, tentunya si pelaku juga  akan terbantu dalam memecahkan permasalahan hidup dan bisa menyesuaikan diri dengan lingkunagnnya.dengan munculnya teori gestalt nantiny proses belajar akan menjadi lebih menarik karena tidak di tekanan anak untuk menghafal saja. Tiga pandangan mengenai belajar yang berkembang selama masa ini ialah koneksionisme dari Edward thorndike, Kondisioning klasik dan teri Gestalt.[1]

B.       RUMUSANA MASALASH
1.      Apa Yang Dimaksud Teori Gestal?
2.      Bagaimana belajar dalam pandangan Teori Gestal?
3.      Apa hukum-hukum dari Teori Gestal?
4.      Apa aplikasi Teori Gestal dalam pembelajaran PAI?


5.       
BAB II
Pembahasan


A.      Definisi serta Sejarah Munculnya Teori Gestalt
Teori kognitif mulai berkembang dengan lahirnya teori belajar gestalt.
Peletak dasar teori gestalt adalah Merx Wertheimer (1880-1943) yang meneliti tentang pengamatan dan problem solving. Sumbangannya diikuti oleh Kurt Koffka (1886-1941) yang menguraikan secara terperinci tentang hukum-hukum pengamatan, kemudian Wolfgang Kohler (1887-1959) yang meneliti tentang insight pada simpase. Kaum gestaltis berpendapat bahwa pengalaman itu berstuktur yang terbentuk dalam suatu keseluruhan. Menurut pandangan gestaltis, semua kegiatan belajar menggunakan pemahaman terhadap hubungan hubungan, terutama hubungan antara bagian dan keseluruhan. Intinya, menurut mereka, tingkat kejelasan dan keberartian dari apa yang diamati dalam situasi belajar adalah lebih meningkatkan kemampuan belajar seseorang dari pada dengan hukuman dan ganjaran. Teori Belajar Gestalt meneliti tentang pengamatan dan problem solving, dari pengamatanya ia menyesalkan penggunaan metode menghafal di sekolah, dan menghendaki agar murid belajar dengan pengertian bukan hafalan akademis. Suatu konsep yang penting dalam psikologis Gestalt adalah tentang insight yaitu pengamatan dan pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan antar bagian-bagian dalam suatu situasi permasalahan. Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan teori Gestalt, guru tidak memberikan potongan-potongan atau bagian-bagian bahan ajaran, tetapi selalu satu kesatuan yang kesinambungan.




B.       Eksperimen tokoh Gestalt terhadap Simpanse
Wolfgang Kohler menjelaskan teori gestalt ini melalui percobaan dengan seekor Simpense yang diberi nama Sulton.
Dalam eksperimenmnya, kohler ingin mengetahui bagaimana fungsi insight dapat membantu memecahkan masalah dan membuktikan bahwa perilaku simpanse dalam memecahkan masalah yang dihadapinya tidak dengan Stimulus dan respon atau trial and error saja, tapi juga karena ada pemahaman terhadap masalah dan bagaimana memecahkan masalah tersebut. Merikut eksperimen yang dilakukan oleh kohler terhadap Simpanse :
Ekesperimen I
Simpanse dimasukkan dalam sangkar atau ruangan dan didalam sangkar tersebut terdapat sebatang tongkat. Diluar sangkar diletakkan sebuah pisang. Problem yang dihadapi oleh simpanse adalah bagaimana simpanse dapat mengambil pisang untuk dimakan. Pada awalnya simpanse berusaha mengambil pisang tersebut, tetapi selalu gagal karena tangannya tidak sampai untuk mengambil pisang tersebut. Kemudian simpanse melihat sebatang tongkat dan timbulah pengrtian untuk meraih pisang dengan menggunakan tongkat tersebut. Begitu juga ketika ada dua tongkat, karena tidak dapat dirahnya pisang tersebut dengan tongkat satu. Tiba-tina muncul insight dalam diri simpanse dan menyambung dan akhirnya berhasil
Eksperimen II
Problem yang dihadapi sekarang diubah, yakni pisang digantung diatas sangkar sehingga simpanse tidak dapat meraih pisang tersebut. Disudut sangkar tersebut diletakkan subuah kotak yang kuat untuk dinaiki simpanse. Pada awalnya simpanse mau mengambil pisang, akan tetapi berkali-kali gagal, ketika simpanse melihat Kotak disudut sangkar, munculah insight simpanse untuk bergegas mengambil kotak dan dinaikinya dan akhirnya ia dapat mengambil pisang. Begitu juga ketika dalam sangkar terdapat dua kotak kuat, dan ketika simpanse tidak bisa mengambil dengan satu kotak, maka simpanse mengambil kotak tersebut untuk ditumpuk kemudian dinaiki dan akhirnya simpanse dapat mengambil pisang tersebut
Dari Eksperimen-eksperimen tersebut, kohler menjelaskan bahwa simpanse yang dipakai untuk percobaan harus dapat membentuk persepsi tentang situasi total dan saling menghubungkan antara semua hal yang relevan dengan Problem yang dihadapinya sebelum muncul insight. Dari percobaan tersebut menunjukkan simpanse dapat memecahkan insightnya, dan ia akan mentransfer insight tersebut untuk memecahkan problem lain yang dihadapinya.
Gestalt berasumsi, bila seseorang atu suatu organisasi dihadapkan pada suatu problem, tetapi kedudukan kognitif tidak seimbang sampai problem itu dipecahkan. Menurut gestalt problem tersebut merupakan stimulus sampai didapat suatu pemecahannya. Organisme atau individu akan selalu berfikir tentang suatu bahan agar dapat memecahkan masalah yang dihadapinya sebagai bentuk respon atas masalah tersebut.

C.      Belajar dalam pandangan teori Gestalt
Belajar pada hakikatnya adalah melakukan perubahan struktur kognitif. Selain pengamatan, kaum gestalt menekankan bahwa belajar pemahaman merupakan bentuk utama aliran ini. Kondisi pemahaman tergantung pada :
1.    Kemampuan dasar seseorang
2.    Pengalaman masa lampau yang relevan
3.    Pengaturan situasi yang dihadapi
4.    Pemahaman didahului oleh periode mencari atau coba-coba
5.    Adanya pemahaman dalam diri individu menyebabkan pemecahan masalah dapat diulang dengan mudah.
6.    Adanya pemahaman dalam diri individu dapat dipakai menghadapi situasi lain atau transfer dalam belajar. 

D.      Pokok-pokok Teori Belajar Gestalt. 
Psikologi Gestalt bermula pada lapangan pengamatan ( persepsi ) dan mencapai sukses yang terbesar juga dalam lapangan ini. Demonstrasinya mengenai peranan latar belakang dan organisasinya terhadap proses-proses yang diamati secara fenomenal demikian meyakinkan sehingga boleh dikatakan tidak dapat di bantah. Ketika para ahli Psikologi Gestalt beralih dari masalah pengamatan ke masalah belajar, maka hasil-hasil yang telah kuat / sukses dalam penelitian mengenai pengamatan itu dibawanya dalam studi mengenai belajar . Karena asumsi bahwa hukum –hukum atau prinsip-prinsip yang berlaku pada proses pengamatan dapat ditransfer kepada hal belajar, maka untuk memahami proses belajar orang perlu memahami hukum-hukum yang menguasai proses pengamatan itu. Pada pengamatan itu menekankan perhatian pada bentuk yang terorganisasi (organized form) dan pola persepsi manusia . 
Belajar sangat menguntungkan untuk kegiatan memecahakan masalah. Hal ini nampaknya juga relevan dengan konsep teori belajar yang diawali dengan suatu pengamatan. Belajar memecahkan masalah diperlukan suatu pengamatan secara cermat dan lengkap. Kemudian bagaiman seseorang itu dapat memecahknan masalah mrnurut J. Dewey ada 5 upaya pemecahannya yakni:
1.         Realisasi adanya masalah. Jadi harus memahami apa masalahnya dan juga harus dapat merumuskan
2.         Mengajukan hipotesa, sebagai suatu jalan yang mungkin memberi arah pemecahan masalah.
3.         Mengumpulkan data atau informasi, dengan bacaan atau sumber-sumber lain.
4.         Menilai dan mencobakan usah pembuktian hipotesa dengan keterangan-keterangan yang diperoleh.
5.         Mengambil kesimpulan, membuat laporan atau membuat sesuatu dengan hasil pemecahan soal itu. 
Prinsip umun teori Gestalt
Max Wertheimer, Wolfgang kohler dan Kurt koffka merupakan tiga tokoh teori gestalt.max wertheimer seorang psikolog jerman merupakan penemu teori gestalt. Kata gestalt berasal dari bahasa jerman yang berarti konfigurasi atau organisasi.gestalt merupakan keseluruhan yang penuh arti, manusia tidak dapat menghayati stimulus-stimulus secara terpisah, tetapi stimulus itu secara bersama-sama serempak ke dalam konfigurasi yang penuh arti. Keseluruhan itu lebih dari jumlah bagian-bagiannya[2].
Melalui berbagai penelitian yang di lakukan oleh tokoh-tokoh gestalt, akhirnya di susunlah hukum-hukum gestalt yang berhubunga dengan pengamatan, hukum-hukum gestalt tersebut meliputi:
1.         Hukumpragnanz
Menurut hukum pragnanz, jika individu mengamati suatu objek, maka individu tersebut cenderung memberikan kesan terhadap objek yang diamati. Kesan yang memberi arti didasarkan pada warna,bentuk, ukuran, lain sebagainya.
2.         Hukum Figure-Ground relationship
Prinsip ini menyatakan bahwa suatu kenyataan bahwa suatu bidang persepsi dibagi menjadi suatu objek perhatian ( figur) dan suatu bidang diffusi yang merupakan latar belakang. Antara figur dan latar belakang itu saling berhubungan, tergantung perhatian kita. Apabila perhatian kita tertuju pada bidasebaliknya, jika perhatian kita ng pertama yang merupakan figur, maka bidang lain merupakan latar belakang.sebaliknya, jika perhatian kita tertuju pada bidang ke dua, sebagai figur, maka bidang pertama berganti menjadi latar belakang.jadi antara figur dan latar belakang itu dapat berganti-ganti sesuai perhatian kita.



3.      Hukum similarity
Hukum prinsip ini apabila kita melakukan pengamatan, maka objek-objek yang memiliki kemiripan(similarity) satu sama lain akan diorganisir ke dalam satu persepsi.



Gb. Hukum Similary
4.      Hukum Proximity (keterdekatan)
a
b
d
c
a
b
Dalam mengamati suatu objek, kita cenderung ke arah yang berdekatan sebagai satu kesatuan.



Gb. Hukum Proximity
5.      Prinsip inclusiveness
Adanya kecenderungan merespon objek dalam lingkaran yang berisi jumlah stimulus yang terbanyak
 




Gb. Prinsip inclusiveness
6.      Prinsip Commonfate ( kesamaan arah)
Kecenderungan untuk melihat gerakan-gerakan objek dalam arah yang sama sebagai suatu unit persepsi. Objek yang bergerak bersama-sama dalam suatu arah yang sama atau dalam suatu pola yang sama akan dikelompokan bersam dalam medan persepsi
 




Gb.Prinsip Commonfate( kesamaan arah)
7.      Prinsip Closure( ketertutupan)
Menyatakan hala-hal yang cenderung tertutup membentuk sebagai gestalt.
   ) (   ) (       ) (
a b     c d      e  f
 




Gb. Prinsip Closure ( ketertutupan)
8.      Prinsip Continuity (Kesinambungan)
Prinsip ini menyatakan bahwa sesuatu yang cenderung membentuk sebuah kesinambungan, maka akan dipersiapkan sebagai sebuah satu kesatuan atau gestalt. 
……………………………..
Gb. Prinsip Continuity (Kesinambungan)

a.         Konsep belajar menurut teori gestalt
Dalam memandang proses belajar, teori gestalt tidak sependapat dengan kaum behavioristik. Kaum behavioristik memandang bahwa belajar merupakan proses stimulus dan respon serta manusia bersifat mekanistik. Menurut teori gestal belajar adalah proses yang  didasarkan pada pemahaman ( insight). Teori gestalt menyatakan bahwa yang paling penting  dalam proses belajar adalah dipahaminya apa yang dipelajari. Teori gestalt  juga disebut teori insight.
Untuk mengetahui fungsi insight dalam belajar, Wolfgang kohler melakukan percobaaan dengan seekor  simpanse yang diberi nama sultan. Dalam percobaannya, kohler ingin membuktikan bahwa perilaku simpanse dalam memecahkan masalah tidak hanya didasarkan pada stimulus respon atau trial and error saja, tetapi juga disebabkan adanya pemahaaman terhadap masalah dan bagaimana cara memecahkan masalah tersebut.
Penelitian Kohler tersebut telah melahirkan konsep belajar yang menggunakan insight yang sering disebut insightfull leaarning. Belajaar dalam insightfull learning memiliki ciri-ciri tertentu. Menurut Sumadi Suryabarata dalam Baharuddin & Esa NW  (2007), insightfull learning memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1)        Insight tergantung pada kemampuan dasar yang dimiliki individu. Masing-masing individu memiliki kemampuan dasar yang berbeda.
2)        Insight tergantung pada pengalaaman yang dimiliki individu. Latar belakang pengalaman yang dimiliki masing-masing individu ikut mempengaruhi terbentuknya insight, aakan tetapi pengalaman tidak menjamin terbentuknya insight.
3)        Insigh sangat tergantung situasi yang melingkupinya. Belajar insight hanya mungkin terjadi jika situasi belajar diatur sedemikian rupa sehingga semua aspek  yang dibutuhkan dapat d obserfasi.
4)        Insight didahului periode mencari dan mencoba. Sebelum memecahkan masalah, individu berusaha memecahkan masalah dengan mencoba-coba sehingga masalah dapat diselesaikan[3].
b.         Penerapan teori gestalt dalam kegiatan belajar mengajar
Kontribusi paling penting dari teori gestalt terhadap pemahaman kita mengenai pembelajaran adalah pada studi tentang wawasan( Insight).pembelajaran semacam itu kemungkinan sangat sulit untuk dilupakan dan sangat mudah untuk ditransferke situasi-situasi baru. Pembelajaran semacam itu kita sebut sebagai pembelajaran dengan melibatkan wawasan.[4]
Teori gestal telah banyak dijadikan dasar dalam penggunaan metode pembelajaran. Pembelaajaran dengan menggunakan concep map (peta konsep) merupakan salah satu metode pembelajaraan yang didasarkan pada teori gestalt.pembelajaran melalui concep map, guru sebelum menyampaikan materi secaara rinci, guru menyampaikan peta konsep yang menunjukkan hubungan antar pokok materi yang satu dengan yang lainnya, sehingga hubungan antar pokok materi tersebut membentuk sebuah satu kesatuan.

E.       Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran agama Islam
Dalam teori Belajar Gestalt, Belajar pada hakikatnya adalah melakukan perubahan struktur kognitif. Selain pengamatan, kaum gestalt menekankan bahwa belajar pemahaman merupakan bentuk utama aliran ini. Maka dalam Proses pembelajaran dikelas harus diterapkan sesuai dengan Konsep teori Gestal tersebut. Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran agama islam  antara lain :
1.         Pengalaman tilikan (insight);
bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa ( peristiwa idul qurban). 
2.         Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning);
Kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. 
3.         Perilaku bertujuan (pusposive behavior);
Bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan  tujuan yang ingin dicapai.
4.         Prinsip ruang hidup (life space);
Bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik. 
5.         Transfer dalam Belajar;
yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran agama islam tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat.Teori belajar gestalt secara umum sangat berpengaruh dalam metode membaca dan menulis[5]. seperti menulis dan membaca Al-Qur’an atau kisah para nabi



BAB III
PENUTUP
A.       KESIMPULAN

Tiga perian belajar itu masing-masing diturunkan dari seperangkat asumsi tertentu dan suatu prosedur experimen tertetu. Kondisioning klasik menggunakan substitusi stimulus. Respon yang menjadi diasosiasikan  dengan stimulus baru dengan cara mensubstitusikan  satu stimulus untuk stimulus lainya. Berlawanan dengan itu kondisi yang di ciptakan dalam eksperimen Thorndike lebih mengutamkan pemilihan satu respon dari padarespon yang lain setelah percobaan yang berulang-ulang. Sebaliknya, para teoritikus Gestalt menyajikan kepada subjek-subjeknya unsur-unsur yang dapat di atur atau dimanipulasi dalam berbagai cara. Karena itu belajar diberikan sebagai hasil dari reorganisasi persepsi.




Daftar pustaka
                


Baharuddin dan Esa N.W, teori belajar dan pembelajaran, Ar-ruzz Media, jogjakarta, 2007, Hlm.92

Lilik sriyanti, Suwardi dan Muna Erawati, teori-teori belajar ,Salatiga, 2012.

Margaret bell G, Belajar dan membelajarkan, CV.Rajawali, jakarta, 1991,Hlm.47

Winfred F. Hill, Theories of Learning ( Teori-teori pembelajaran), Nusa Media, Bandung, 2009.Hlm.135











[1]Margaret bell G, Belajar dan membelajarkan, CV.Rajawali, jakarta,1991,Hlm.47
[2] Lilik sriyanti, Suwardi dan Muna Erawati, teori-teori belajar ,Salatiga, 2012.
[3] Baharuddin dan Esa N.W, teori belajar dan pembelajaran, Ar-ruzz Media, jogjakarta, 2007, Hlm.92
[4] Winfred F. Hill, Theories of Learning ( Teori-teori pembelajaran), Nusa Media, Bandung, 2009.Hlm.135

Tidak ada komentar:

Posting Komentar