MAKALAH
Teori
gestalt
Teori – Teori Pembelajaran
Dosen Pengampu :Dr. H. Sa’adi, M.Ag
Disusun oleh :
Ali Imron, S.Pd.I, M112002
PROGARAM
PASCA SARJANA
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA
BAB I
Pendahuluan
A. Latar belakang
masalah
Belajar
merupakn proses manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi, ketrampilan,
dan sikap. Belajar dimulai sejak manusia lahir sampai akhir hayat. Pada waktu
bayi, seorang bayi menguasai ketrampilan-ketrampilan yang sederhana, seperti
memegang botol dan mengenal oraang-orang disekelilingnya. Ketikaa menginjak
masa kanak-kanak dan remaja, sejumlah sikap, nilai dan ketrampilan berinteraksi
sosial dicapai sebagai kompetensi. Pada saat dewasa, individu diharapkan telah
mahir dengan tugas-tugas kerja tertentu dan ketrampilan-ketrampilan fungsional
lainnya, seperti mengendarai mobil, dan menjalin kerja sama dengan orang lain.
Kemampuan
manusia untuk belajar merupakan karakteristik penting yang membedakan manusia
dengan makhluk hidup lainnya. Belajar mempunyai keuntungan, baik bagi individu
maupun bagi masyarakat. Bagi individu, kemampuan untuk belajar secara terus
menerus aakan memberikan kontribusi
terhadap pengembaangan kualitas hidupnya. Sedangkan bagi masyarakat,
belajar mempunyai peran yang penting dalam mentransmisikan budaya dan pengetahuan dari generasi kegenerasi.
Belajar
merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan perubahan dalam
dirinya melalui pelatihan-pelatihan atau pengalaman-pengalaman. Seorang ibu
yang mengikuti seminar tentang pengaturan uang keluarga akan mendapatkan
pengetahuan tentang bagaiman mengelola uang keluarga.
Dengan
demikian, belajar dapat membuat perubahan bagi si pelaku, baik perubahan
pengetahuan, sikap, maupun keterampilan. Dengan perubahan-perubahan tersebut,
tentunya si pelaku juga akan terbantu
dalam memecahkan permasalahan hidup dan bisa menyesuaikan diri dengan
lingkunagnnya.dengan munculnya teori gestalt nantiny proses belajar akan
menjadi lebih menarik karena tidak di tekanan anak untuk menghafal saja. Tiga
pandangan mengenai belajar yang berkembang selama masa ini ialah koneksionisme
dari Edward thorndike, Kondisioning klasik dan teri Gestalt.[1]
B.
RUMUSANA
MASALASH
1.
Apa Yang
Dimaksud Teori Gestal?
2.
Bagaimana
belajar dalam pandangan Teori Gestal?
3.
Apa
hukum-hukum dari Teori Gestal?
4.
Apa
aplikasi Teori Gestal dalam pembelajaran PAI?
5.
BAB II
Pembahasan
Pembahasan
A.
Definisi serta Sejarah Munculnya
Teori Gestalt
Teori kognitif mulai berkembang dengan lahirnya teori belajar gestalt.
Teori kognitif mulai berkembang dengan lahirnya teori belajar gestalt.
Peletak
dasar teori gestalt adalah Merx Wertheimer (1880-1943) yang meneliti tentang
pengamatan dan problem solving. Sumbangannya diikuti oleh Kurt Koffka
(1886-1941) yang menguraikan secara terperinci tentang hukum-hukum pengamatan,
kemudian Wolfgang Kohler (1887-1959) yang meneliti tentang insight pada
simpase. Kaum gestaltis berpendapat bahwa pengalaman itu berstuktur yang
terbentuk dalam suatu keseluruhan. Menurut pandangan gestaltis, semua kegiatan
belajar menggunakan pemahaman terhadap hubungan hubungan, terutama hubungan
antara bagian dan keseluruhan. Intinya, menurut mereka, tingkat kejelasan dan
keberartian dari apa yang diamati dalam situasi belajar adalah lebih
meningkatkan kemampuan belajar seseorang dari pada dengan hukuman dan
ganjaran. Teori Belajar Gestalt meneliti tentang pengamatan dan problem
solving, dari pengamatanya ia menyesalkan penggunaan metode menghafal di
sekolah, dan menghendaki agar murid belajar dengan pengertian bukan hafalan
akademis. Suatu konsep yang penting dalam psikologis Gestalt adalah tentang
insight yaitu pengamatan dan pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan
antar bagian-bagian dalam suatu situasi permasalahan. Dalam pelaksanaan
pembelajaran dengan teori Gestalt, guru tidak memberikan potongan-potongan atau
bagian-bagian bahan ajaran, tetapi selalu satu kesatuan yang kesinambungan.
B.
Eksperimen tokoh Gestalt terhadap
Simpanse
Wolfgang Kohler menjelaskan teori gestalt ini melalui percobaan dengan seekor Simpense yang diberi nama Sulton.
Wolfgang Kohler menjelaskan teori gestalt ini melalui percobaan dengan seekor Simpense yang diberi nama Sulton.
Dalam
eksperimenmnya, kohler ingin mengetahui bagaimana fungsi insight dapat membantu
memecahkan masalah dan membuktikan bahwa perilaku simpanse dalam memecahkan
masalah yang dihadapinya tidak dengan Stimulus dan respon atau trial and error
saja, tapi juga karena ada pemahaman terhadap masalah dan bagaimana memecahkan
masalah tersebut. Merikut eksperimen yang dilakukan oleh kohler terhadap
Simpanse :
Ekesperimen I
Simpanse
dimasukkan dalam sangkar atau ruangan dan didalam sangkar tersebut terdapat
sebatang tongkat. Diluar sangkar diletakkan sebuah pisang. Problem yang
dihadapi oleh simpanse adalah bagaimana simpanse dapat mengambil pisang untuk
dimakan. Pada awalnya simpanse berusaha mengambil pisang tersebut, tetapi
selalu gagal karena tangannya tidak sampai untuk mengambil pisang tersebut.
Kemudian simpanse melihat sebatang tongkat dan timbulah pengrtian untuk meraih
pisang dengan menggunakan tongkat tersebut. Begitu juga ketika ada dua tongkat,
karena tidak dapat dirahnya pisang tersebut dengan tongkat satu. Tiba-tina
muncul insight dalam diri simpanse dan menyambung dan akhirnya berhasil
Eksperimen II
Problem
yang dihadapi sekarang diubah, yakni pisang digantung diatas sangkar sehingga
simpanse tidak dapat meraih pisang tersebut. Disudut sangkar tersebut
diletakkan subuah kotak yang kuat untuk dinaiki simpanse. Pada awalnya simpanse
mau mengambil pisang, akan tetapi berkali-kali gagal, ketika simpanse melihat
Kotak disudut sangkar, munculah insight simpanse untuk bergegas mengambil kotak
dan dinaikinya dan akhirnya ia dapat mengambil pisang. Begitu juga ketika dalam
sangkar terdapat dua kotak kuat, dan ketika simpanse tidak bisa mengambil
dengan satu kotak, maka simpanse mengambil kotak tersebut untuk ditumpuk
kemudian dinaiki dan akhirnya simpanse dapat mengambil pisang tersebut
Dari
Eksperimen-eksperimen tersebut, kohler menjelaskan bahwa simpanse yang dipakai
untuk percobaan harus dapat membentuk persepsi tentang situasi total dan saling
menghubungkan antara semua hal yang relevan dengan Problem yang dihadapinya
sebelum muncul insight. Dari percobaan tersebut menunjukkan simpanse dapat
memecahkan insightnya, dan ia akan mentransfer insight tersebut untuk
memecahkan problem lain yang dihadapinya.
Gestalt
berasumsi, bila seseorang atu suatu organisasi dihadapkan pada suatu problem,
tetapi kedudukan kognitif tidak seimbang sampai problem itu dipecahkan. Menurut
gestalt problem tersebut merupakan stimulus sampai didapat suatu pemecahannya.
Organisme atau individu akan selalu berfikir tentang suatu bahan agar dapat
memecahkan masalah yang dihadapinya sebagai bentuk respon atas masalah
tersebut.
C.
Belajar dalam pandangan teori
Gestalt
Belajar
pada hakikatnya adalah melakukan perubahan struktur kognitif. Selain
pengamatan, kaum gestalt menekankan bahwa belajar pemahaman merupakan bentuk
utama aliran ini. Kondisi pemahaman tergantung pada :
1.
Kemampuan dasar seseorang
2.
Pengalaman masa lampau yang relevan
3.
Pengaturan situasi yang dihadapi
4.
Pemahaman didahului oleh periode mencari atau
coba-coba
5.
Adanya pemahaman dalam diri individu menyebabkan
pemecahan masalah dapat diulang dengan mudah.
6.
Adanya pemahaman dalam diri individu dapat
dipakai menghadapi situasi lain atau transfer dalam belajar.
D.
Pokok-pokok Teori Belajar
Gestalt.
Psikologi
Gestalt bermula pada lapangan pengamatan ( persepsi ) dan mencapai sukses yang
terbesar juga dalam lapangan ini. Demonstrasinya mengenai peranan latar
belakang dan organisasinya terhadap proses-proses yang diamati secara fenomenal
demikian meyakinkan sehingga boleh dikatakan tidak dapat di bantah. Ketika para
ahli Psikologi Gestalt beralih dari masalah pengamatan ke masalah belajar, maka
hasil-hasil yang telah kuat / sukses dalam penelitian mengenai pengamatan itu
dibawanya dalam studi mengenai belajar . Karena asumsi bahwa hukum –hukum atau
prinsip-prinsip yang berlaku pada proses pengamatan dapat ditransfer kepada hal
belajar, maka untuk memahami proses belajar orang perlu memahami hukum-hukum
yang menguasai proses pengamatan itu. Pada pengamatan itu menekankan perhatian
pada bentuk yang terorganisasi (organized form) dan pola persepsi manusia
.
Belajar
sangat menguntungkan untuk kegiatan memecahakan masalah. Hal ini nampaknya juga
relevan dengan konsep teori belajar yang diawali dengan suatu pengamatan.
Belajar memecahkan masalah diperlukan suatu pengamatan secara cermat dan
lengkap. Kemudian bagaiman seseorang itu dapat memecahknan masalah mrnurut J.
Dewey ada 5 upaya pemecahannya yakni:
1.
Realisasi adanya masalah. Jadi harus memahami
apa masalahnya dan juga harus dapat merumuskan
2.
Mengajukan hipotesa, sebagai suatu jalan yang
mungkin memberi arah pemecahan masalah.
3.
Mengumpulkan data atau informasi, dengan
bacaan atau sumber-sumber lain.
4.
Menilai dan mencobakan usah pembuktian
hipotesa dengan keterangan-keterangan yang diperoleh.
5.
Mengambil kesimpulan, membuat laporan atau
membuat sesuatu dengan hasil pemecahan soal itu.
Prinsip umun teori Gestalt
Max
Wertheimer, Wolfgang kohler dan Kurt koffka merupakan tiga tokoh teori
gestalt.max wertheimer seorang psikolog jerman merupakan penemu teori gestalt.
Kata gestalt berasal dari bahasa jerman yang berarti konfigurasi atau
organisasi.gestalt merupakan keseluruhan yang penuh arti, manusia tidak dapat
menghayati stimulus-stimulus secara terpisah, tetapi stimulus itu secara
bersama-sama serempak ke dalam konfigurasi yang penuh arti. Keseluruhan itu
lebih dari jumlah bagian-bagiannya[2].
Melalui
berbagai penelitian yang di lakukan oleh tokoh-tokoh gestalt, akhirnya di
susunlah hukum-hukum gestalt yang berhubunga dengan pengamatan, hukum-hukum
gestalt tersebut meliputi:
1.
Hukumpragnanz
Menurut hukum pragnanz, jika
individu mengamati suatu objek, maka individu tersebut cenderung memberikan
kesan terhadap objek yang diamati. Kesan yang memberi arti didasarkan pada
warna,bentuk, ukuran, lain sebagainya.
2.
Hukum Figure-Ground relationship
Prinsip ini menyatakan bahwa suatu
kenyataan bahwa suatu bidang persepsi dibagi menjadi suatu objek perhatian (
figur) dan suatu bidang diffusi yang merupakan latar belakang. Antara figur dan
latar belakang itu saling berhubungan, tergantung perhatian kita. Apabila
perhatian kita tertuju pada bidasebaliknya, jika perhatian kita ng pertama yang
merupakan figur, maka bidang lain merupakan latar belakang.sebaliknya, jika
perhatian kita tertuju pada bidang ke dua, sebagai figur, maka bidang pertama
berganti menjadi latar belakang.jadi antara figur dan latar belakang itu dapat
berganti-ganti sesuai perhatian kita.
3. Hukum similarity
Gb. Hukum Similary
4. Hukum Proximity (keterdekatan)
a
|
b
|
d
|
c
|
a
|
b
|
Gb. Hukum Proximity
5.
Prinsip inclusiveness
Adanya kecenderungan merespon
objek dalam lingkaran yang berisi jumlah stimulus yang terbanyak
Gb. Prinsip
inclusiveness
6. Prinsip Commonfate ( kesamaan arah)
Kecenderungan untuk melihat gerakan-gerakan
objek dalam arah yang sama sebagai suatu unit persepsi. Objek yang bergerak
bersama-sama dalam suatu arah yang sama atau dalam suatu pola yang sama akan
dikelompokan bersam dalam medan persepsi
Gb.Prinsip Commonfate(
kesamaan arah)
7. Prinsip Closure( ketertutupan)
Menyatakan hala-hal yang cenderung
tertutup membentuk sebagai gestalt.
) ( ) (
) (
a b c
d e f
|
Gb. Prinsip Closure ( ketertutupan)
8. Prinsip Continuity (Kesinambungan)
Prinsip ini menyatakan bahwa
sesuatu yang cenderung membentuk sebuah kesinambungan, maka akan dipersiapkan
sebagai sebuah satu kesatuan atau gestalt.
……………………………..
Gb. Prinsip Continuity (Kesinambungan)
a.
Konsep belajar menurut teori gestalt
Dalam
memandang proses belajar, teori gestalt tidak sependapat dengan kaum
behavioristik. Kaum behavioristik memandang bahwa belajar merupakan proses
stimulus dan respon serta manusia bersifat mekanistik. Menurut teori gestal
belajar adalah proses yang didasarkan
pada pemahaman ( insight). Teori gestalt menyatakan bahwa yang paling
penting dalam proses belajar adalah
dipahaminya apa yang dipelajari. Teori gestalt
juga disebut teori insight.
Untuk
mengetahui fungsi insight dalam belajar, Wolfgang kohler melakukan percobaaan
dengan seekor simpanse yang diberi nama
sultan. Dalam percobaannya, kohler ingin membuktikan bahwa perilaku simpanse
dalam memecahkan masalah tidak hanya didasarkan pada stimulus respon atau
trial and error saja, tetapi juga disebabkan adanya pemahaaman terhadap
masalah dan bagaimana cara memecahkan masalah tersebut.
Penelitian
Kohler tersebut telah melahirkan konsep belajar yang menggunakan insight yang
sering disebut insightfull leaarning. Belajaar dalam insightfull learning
memiliki ciri-ciri tertentu. Menurut Sumadi Suryabarata dalam Baharuddin &
Esa NW (2007), insightfull learning
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1)
Insight tergantung pada kemampuan dasar yang
dimiliki individu. Masing-masing individu memiliki kemampuan dasar yang berbeda.
2)
Insight tergantung pada pengalaaman yang
dimiliki individu. Latar belakang pengalaman yang dimiliki masing-masing
individu ikut mempengaruhi terbentuknya insight, aakan tetapi pengalaman tidak
menjamin terbentuknya insight.
3)
Insigh sangat tergantung situasi yang
melingkupinya. Belajar insight hanya mungkin terjadi jika situasi belajar
diatur sedemikian rupa sehingga semua aspek
yang dibutuhkan dapat d obserfasi.
4)
Insight didahului periode mencari dan
mencoba. Sebelum memecahkan masalah, individu berusaha memecahkan masalah
dengan mencoba-coba sehingga masalah dapat diselesaikan[3].
b.
Penerapan teori gestalt dalam kegiatan
belajar mengajar
Kontribusi
paling penting dari teori gestalt terhadap pemahaman kita mengenai pembelajaran
adalah pada studi tentang wawasan( Insight).pembelajaran semacam itu
kemungkinan sangat sulit untuk dilupakan dan sangat mudah untuk ditransferke
situasi-situasi baru. Pembelajaran semacam itu kita sebut sebagai pembelajaran
dengan melibatkan wawasan.[4]
Teori
gestal telah banyak dijadikan dasar dalam penggunaan metode pembelajaran.
Pembelaajaran dengan menggunakan concep map (peta konsep) merupakan
salah satu metode pembelajaraan yang didasarkan pada teori gestalt.pembelajaran
melalui concep map, guru sebelum menyampaikan materi secaara rinci, guru
menyampaikan peta konsep yang menunjukkan hubungan antar pokok materi yang satu
dengan yang lainnya, sehingga hubungan antar pokok materi tersebut membentuk
sebuah satu kesatuan.
E.
Aplikasi teori Gestalt dalam
proses pembelajaran agama Islam
Dalam
teori Belajar Gestalt, Belajar pada hakikatnya adalah melakukan perubahan
struktur kognitif. Selain pengamatan, kaum gestalt menekankan bahwa belajar
pemahaman merupakan bentuk utama aliran ini. Maka dalam Proses pembelajaran
dikelas harus diterapkan sesuai dengan Konsep teori Gestal tersebut. Aplikasi
teori Gestalt dalam proses pembelajaran agama islam antara lain :
1.
Pengalaman tilikan (insight);
bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam
perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan
tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau
peristiwa ( peristiwa idul qurban).
2.
Pembelajaran yang bermakna (meaningful
learning);
Kebermaknaan unsur-unsur yang
terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin
jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang
dipelajari.
3.
Perilaku bertujuan (pusposive behavior);
Bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya
terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan tujuan yang ingin dicapai.
4.
Prinsip ruang hidup (life space);
Bahwa perilaku individu memiliki
keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang
diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan
kehidupan peserta didik.
5.
Transfer dalam Belajar;
yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi
pembelajaran agama islam tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt,
transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu
konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi
konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat.Teori belajar gestalt secara
umum sangat berpengaruh dalam metode membaca dan menulis[5]. seperti menulis dan membaca
Al-Qur’an atau kisah para nabi
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Tiga perian belajar itu
masing-masing diturunkan dari seperangkat asumsi tertentu dan suatu prosedur
experimen tertetu. Kondisioning klasik menggunakan substitusi stimulus. Respon
yang menjadi diasosiasikan dengan
stimulus baru dengan cara mensubstitusikan
satu stimulus untuk stimulus lainya. Berlawanan dengan itu kondisi yang
di ciptakan dalam eksperimen Thorndike lebih mengutamkan pemilihan satu respon
dari padarespon yang lain setelah percobaan yang berulang-ulang. Sebaliknya,
para teoritikus Gestalt menyajikan kepada subjek-subjeknya unsur-unsur yang
dapat di atur atau dimanipulasi dalam berbagai cara. Karena itu belajar
diberikan sebagai hasil dari reorganisasi persepsi.
Daftar pustaka
Baharuddin dan Esa N.W, teori
belajar dan pembelajaran, Ar-ruzz Media, jogjakarta, 2007, Hlm.92
Lilik sriyanti, Suwardi dan Muna
Erawati, teori-teori belajar ,Salatiga, 2012.
Margaret bell G, Belajar dan
membelajarkan, CV.Rajawali, jakarta, 1991,Hlm.47
Winfred F. Hill, Theories of
Learning ( Teori-teori pembelajaran), Nusa Media, Bandung, 2009.Hlm.135
[1]Margaret
bell G, Belajar dan membelajarkan, CV.Rajawali, jakarta,1991,Hlm.47
[2]
Lilik sriyanti, Suwardi dan Muna Erawati, teori-teori belajar ,Salatiga,
2012.
[3]
Baharuddin dan Esa N.W, teori belajar dan pembelajaran, Ar-ruzz Media,
jogjakarta, 2007, Hlm.92
[4]
Winfred F. Hill, Theories of Learning ( Teori-teori pembelajaran), Nusa
Media, Bandung, 2009.Hlm.135
Tidak ada komentar:
Posting Komentar